Thursday, September 21, 2017
Biografi - Fryderyk Franciszek Chopin
Musik senantiasa berkumandang
dalam rumah Chopin, dan orang tua Frédéric merasa sedih ketika melihat bayi
laki-laki mereka menangis tatkala mendengar suara nyanyian atau permainan piano
dan alat musik lainnya. Mereka mengira ia membenci musik; namun suatu hari
ketika ia menaiki piano dan dengan jari-jari mungilnya menekan beberapa nada,
mereka mengerti dengan tawa dan air mata bahwa putra mereka itu menangis karena
sukacita. Tak heran jika Frédéric Chopin tumbuh dewasa menjadi “penyair piano.”
Dengan pendirian yang sangat teguh, hampir semua yang dia ciptakan adalah untuk
dimainkan dengan piano. Ia menciptakan dunianya sendiri yang unik berkenaan
dengan kesemarakan bunyi.
Chopin menghabiskan setengah dari
kehidupannya yang singkat di Polandia dan setengahnya lagi di Paris. Seperti
halnya banyak anak muda cerdas lainnya, ia mendambakan petualangan. Oleh
karenanya, ia pergi ke Wina, Berlin, Munich, dan beberapa tempat lainnya,
tetapi Paris adalah tempat tujuannya, dan ia tiba di sana tahun 1831. Ketika
berada di Berlin ia bertemu dengan Mendelssohn tetapi terlalu malu untuk
memperkenalkan dirinya. Dalam salah satu perjalanannya sebelum menuju Paris, ia
mendengar “Ode for St. Cecilia’s Day” karya Handel. Ia menulis surat ke rumah,
“Karya itu hampir mendekati idealku tentang musik yang agung.”
Chopin dilahirkan dekat Warsawa.
Ayahnya, orang Prancis, datang ke Polandia untuk bekerja, namun setelah
perusahaan tempatnya bekerja bangkrut, ia bekerja sebagai guru privat dan
akhirnya mulai mendirikan kursus miliknya sendiri yang sukses. Banyak muridnya
berasal dari kalangan bangsawan, dan sejak awal Frédéric suka bergaul dengan
mereka yang berasal dari kalangan teratas. Ibunya adalah dayang seorang
countess, dan ia sendiri adalah keturunan bangsawan.
Suasana di rumah Chopin penuh
kasih sayang, sopan, dan artistik. Ada empat anak, dan keempatnya berbakat
musik. Sebagai satu-satunya anak laki-laki, pilihan Frédéric untuk kariernya
sudah pasti. Pada usia enam tahun ia sudah menjadi pianis andal, dan dipanggil
banyak orang sebagai Mozart yang lain. Pada usia delapan tahun ia melihat
komposisinya yang pertama dicetak. Komposisi itu merupakan sebuah polonaise,
tarian tradisional Polandia, yang semula dilakukan oleh kaum bangsawan.
Guru pertama Chopin, seorang
musisi yang andal, memperkenalkan murid mudanya yang luar biasa ini kepada Bach
dan juga mengizinkannya membuat improvisasi dengan bebas pada piano. Dalam
tahun-tahun berikutnya Chopin memainkan bagian-bagian dari Well-Tempered
Clavier karya Bach sebagai pemanasan sebelum memulai suatu konser. Ia menguasai
semua komposisi itu di luar kepala.
Dengan guru berikutnya, Joseph
Elsner, Chopin belajar komposisi. Ini merupakan saat yang sangat penting dalam
pendidikan musiknya. Sangat wajar bagi musisi dengan pendidikan lengkap seperti
Elsner untuk mendesak murid-muridnya menggubah sonata, simfoni, opera, dan
bentuk-bentuk musik lainnya untuk memperluas pemahaman mereka tentang banyak
kemungkinan yang ada bagi seorang komponis. Namun Elsner memiliki keputusan yang
sangat bagus. Ia tidak pernah memaksa gaya bermusik Chopin dan melakukan apa
saja yang ia mampu supaya bakat unik Chopin berkembang secara alami.
Di L’Abri Fellowship kami sering
ditanya, “Apa maksudnya menjadi kreatif? Bagaimana Anda mendefinisikan seorang
seniman yang kreatif?”
Chopin merupakan contoh yang
menarik. Ia sangat berkonsentrasi pada sudut pandangnya sendiri yang khusus dan
terbatas. Dalam usia muda ia memutuskan menciptakan musik semata-mata untuk
alat musik yang ia cintai. Musik tidak mengalir begitu saja dengan mudah dari
dirinya. Ia harus bekerja keras dan kadangkala disertai penderitaan yang berat
untuk menuntaskan tujuannya. Ia lebih menyukai bentuk musik yang pendek; dan
seperti tukang perhiasan mengerjakan permata yang langka, Chopin akan memoles
hasil komposisinya yang relatif sedikit hingga mendekati sempurna, sesuai yang
ia sanggup lakukan.
Penulis lain mengatakannya
demikian, “Ia mengolah dan menanami kebunnya sendiri.” Siapa pun yang pernah
melakukan persiapan menanam akan mengerti kerja keras yang harus ia lakukan
untuk mengolah dan menanam bunga dan sayuran.
Saat Chopin meninggalkan Polandia
dan keluarganya yang tercinta sebagai seorang pemuda berusia dua puluh tahun,
tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa ia tak akan kembali ke sana lagi.
Penulis biografi, Huneker, berkata, “Dengan penuh dukacita Chopin meninggalkan
rumah, orang tua, teman … dan pergi ke dunia dengan keyboard dan otak yang
dipenuhi musik nan indah sebagai senjata satu-satunya.” Kasihnya yang tidak berubah
kepada keluarganya merupakan salah satu sifatnya yang terbaik.
Orang Polandia menganggap Chopin
sebagai tokoh kebudayaan tertinggi yang pernah dihasilkan negara mereka. Ia
adalah jiwa musiknya Polandia. Salah satu ledakan dramatis terbesar dalam
literatur piano adalah Revolutionary Etude (Op. 10, No. 12). Ia menggubahnya
dengan perasaan yang mendalam tatkala ia mendengar bahwa Warsawa jatuh ke
tangan orang Rusia.
Ketika Chopin tiba di Paris pada
musim gugur tahun 1831, saat itu Prancis dalam kondisi stabil sementara, dan
kebangkitan dan kemakmuran nasional ditunjukkan dengan berkembangnya kesenian
di sana. Chopin telah menikmati kesuksesan yang terbatas, tetapi sebagai
komponis ia tahu bahwa “komposisi pianonya belaka” tidak akan terlalu digemari
di tengah kehidupan musik masyarakat Paris. Jadi sebelum meninggalkan Warsawa,
ia telah menyelesaikan banyak komposisi, termasuk Piano Concertos in F Minor
and E Minor, juga mazurka [tarian Polandia] dan sebagian besar Etude [karya
yang mengandung latihan untuk mengembangkan teknik main].
Ia hanya memiliki sedikit uang
tetapi dengan cepat memiliki teman-teman dari kalangan bangsawan, dan ada
berita yang mengatakan bahwa Chopin bersedia memberi les piano. Hampir dengan
segera ia memiliki murid lebih banyak daripada beberapa guru besar terbaik di
Paris. Muridnya – Pangeran ini, Countessitu, Duke itu, dan yang semacam itu –
tidak pernah membayar Chopin untuk les yang diberikan. Sebagai gantinya,
diam-diam mereka menaruh dua puluh atau tiga puluh franc pada rak di atas
perapian saat Chopin memandang jendela atau mengikir kuku jarinya. Ia terlalu
angkuh untuk menunjukkan kenyataan bahwa ia benar-benar membutuhkan uang itu.
Sisi pengajaran dari karier
Chopin tercermin dalam banyak etudenya, termasuk etude yang dianggap oleh
sebagian orang sebagai melodinya yang terhebat, yaitu Etude Op. 10, No. 3, dan
komposisi-komposisi yang digubah untuk dimainkan murid-muridnya. Komposisi itu
mencakup prelude, nocturne [komposisi yang bersifat tenang dan halus,
melukiskan suasana malam yang romantik], waltz, impromptu [karya musik yang
tampak seolah-olah diimprovisasi], mazurka, dan polonaise awal. Banyak dari
komposisi ini dipersembahkan kepada murid-muridnya.
Dengan cepat Chopin menghasilkan
uang yang cukup untuk merawat kudanya sendiri, hidup dengan nyaman, dan
berpakaian seperti seorang count. Dengan demikian ia dikenal dan disenangi di
kalangan yang lebih atas, meski ia hanya memiliki sedikit teman dekat. Schumann
membantu memperluas kemashyurannya, namun terlepas dari Schumann sekalipun,
Chopin sudah dikenal sebagai seorang jenius. Liszt, Berlioz, Hiller, Bellini,
dan Meyerbeer juga menjadi teman-teman yang mengagumkan.
Ke mana pun Chopin pergi, ia
diperlakukan istimewa layaknya seorang pangeran, dan kualitas yang mulia ini
dibawa ke dalam musiknya. Komposisi-komposisinya tak pernah tidak menarik atau
biasa-biasa saja. Chopin bukanlah pengekor komponis lain, ia seorang pemimpin.
Walau dikenal sebagai pianis
besar (improvisasinya membangkitkan rasa takjub), kesehatannya yang lemah
membatasi kenyaringan suara musiknya, dan sejak awal kariernya ia menyadari
bahwa sebaiknya ia tidak bermain di ruang aula yang besar. Dalam sejarah
permainan piano, tak ada contoh lain tentang reputasi yang melegenda sedemikian
hebat. Hal ini didasarkannya pada hanya tiga puluh kali pertunjukan di muka
umum yang Chopin berikan di sepanjang kariernya. Dalam salah satu konser
terakhirnya, bunyi yang dihasilkannya nyaris seperti suara berbisik dan tepuk
tangan penonton hampir sama lembutnya dengan permainannya.
Karya-karya Chopin menuntut
pemain piano tidak hanya menguasai teknik dan mutu dalam menekan tuts piano
dengan sempurna, tetapi juga penggunaan pedal secara imajinatif dan penggunaan
“tempo rubato” dengan hati-hati. Chopin menggambarkan hal ini dengan sedikit
mendorong atau menahan dalam memainkan bagian kalimat lagu di tangan kanan,
sementara iringan tangan kiri terus dimainkan dalam kecepatan yang tepat.
Pada pesta-pesta musik pribadi di
rumah-rumah yang indah milik teman-teman bangsawannya yang banyak inilah Chopin
dikenal dan dicintai sebagai pianis sekaligus komponis. Saat-saat itu pasti
merupakan malam yang menggembirakan. Kita dapat membayangkan Chopin dan Liszt
memainkan musik empat-tangan dengan banyak improvisasi dan mungkin Mendelssohn
atau Berliozlah yang membalikkan lembaran partiturnya.
Perlu disebutkan bahwa Chopin
memiliki pegangan yang kuat dalam hidup meski kesehatannya buruk. Sikap optimisnya
yang riang menolongnya. Di tengah-tengah frustrasi ia masih dapat tersenyum dan
bahkan bercanda tentang apa pun yang sedang menjengkelkannya. Namun orang dapat
mendengar aspek sedih dari hidupnya dalam musik Romantiknya yang melankolis.
Chopin suka berteman dengan
wanita, dan mereka menghargainya, namun karena kelemahan fisiknya dan sifat
pendiamnya yang ekstrem, ia tidak menikah. Sebelum datang ke Paris, ia berharap
untuk menikahi wanita bangsawan yang telah dikenalnya sejak kecil, tetapi ayah
si gadis keberatan karena tidak ingin punya menantu seorang musisi.
Chopin pernah menjalin hubungan
cinta beberapa kali, dan kerinduannya akan kasih sayang tampak pada
nocturne–nocturne yang digubahnya. Ketika akhirnya ia menerima kenyataan bahwa
hubungan cintanya dengan countess itu berakhir, kesehatannya terganggu, dan ia
menjadi sangat depresi; namun sebelum meninggalkan Polandia, ia menggubah
sebuah musik waltz untuknya, Op. 69, No. 1.
Dua orang teman mendesak Chopin
ikut dengan mereka ke Inggris. Mereka meyakinkannya bahwa perubahan suasana
akan memulihkan dan mengangkat rohnya yang tertekan. Namun yang terjadi justru
sebaliknya. Gabungan antara cuaca Inggris dan vitalitasnya yang sudah rendah
merusak paru-parunya yang lemah. Ia kembali ke Paris dengan pikiran dan tubuh
yang menderita, dan mungkin ia akan menyerah dalam keputusasaan jika penulis
George Sand, salah satu wanita yang luar biasa pada abad ke-19, tidak merasuki
hidupnya. Mereka bertemu dengan perantaraan Liszt pada musim dingin tahun 1836,
dan hampir segera setelah kedatangannya kembali dari Inggris, mereka tampak di
mana-mana berdua.
Sand lebih tua dari Chopin, dan
menjelang pertemuan mereka ia berada pada puncak kemashyurannya sebagai novelis
dan tokoh feminis. Bagi orang yang melihat sepintas lalu, tampaknya ia, wanita
yang mampu mengatur orang lain itu, bertanggung jawab atas sang musisi. Namun
sebenarnya tidaklah demikian. Chopin hidup dengan kondisi fisik yang lemah
dalam sebagian besar hidupnya dan belajar seni untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Karena kelemahan fisiknya yang parah kadang-kadang, ia terpaksa bergantung pada
orang lain untuk mendapatkan bantuan, tetapi dalam karya seninya ia menunjukkan
tingkat kepercayaan diri dan kemandirian yang mengagumkan.
Chopin sangat mengharapkan
kesempurnaan, dan keinginan ini mendominasi keseluruhan hidupnya. Dalam
hubungan yang tidak seperti biasanya dengan George Sand, niscaya ia mendapatkan
kestabilan emosi yang ia butuhkan, dan ia diberi waktu dan ketenangan untuk
membuat komposisi. Selama sembilan tahun berikutnya Chopin memasuki salah satu
masa yang paling produktif dalam hidupnya. Dalam ballade [lagu yang isinya
bersifat petualangan, berjiwa pahlawan atau romantis] yang penuh gairah,
scherzo [komposisi yang bersifat lelucon, ringan hati dengan tempo yang cepat
dan irama yang gesit] yang imajinatif, impromptu, dan karya-karya yang
terinspirasi sedemikian rupa seperti Fantaisie in F Minor, Barcarolle, dan
Berceuse, orang akan menemukan kesempurnaan yang ia perjuangkan.
Pada awal November 1838, Chopin
dan Sand, bersama anak-anak Sand dan seorang pembantu, pergi ke Pulau Majorca
mencari sinar matahari dan kehangatan. Namun sebaliknya, pulau itu basah,
dingin, dan tidak menyenangkan, terutama karena mereka tinggal di sebuah biara
Carthusian yang telah lama ditinggalkan. Seratusan tahun kemudian kami yang ada
di L’Abri mengunjungi biara itu pada hari yang cerah dan indah. Meski demikian,
bagian dalam biara tampak dingin dan suram. Bilik kecil yang lembab dan makanan
yang buruk nyaris menamatkan riwayat Chopin, dan akhirnya pelancong-pelancong
yang letih ini singgah di Marseilles hingga kondisi Chopin sudah cukup baik
untuk meneruskan perjalanan ke Nohant, tempat George Sand memiliki rumah musim
panas.
Kendati mengalami banyak
kesulitan di Majorca, Chopin kembali ke Prancis setelah menciptakan dua
polonaise, C Sharp Minor Scherzo, Prelude in A Major, No. 7 (salah satu
komposisinya yang paling pedih), dan 24 prelude (Op. 28). Ia memiliki salinan
prelude-prelude Bach dan dengan rendah hati ia mengatakan bahwa 24 preludenya
“hanyalah tulisan cakar ayam” jika disandingkan dengan 48 prelude Bach. Chopin
mencurahkan segenap hatinya untuk menggubah musiknya, dan mengunci dirinya
dalam kamar (atau dalam bilik kecil biara) kadangkala selama beberapa hari, untuk
mengerjakan dan mengulang sebuah komposisi.
Pada tahun 1847 persahabatannya
dengan George Sand berakhir dengan tiba-tiba. Dalam sebuah pertengkaran antara
George dan putrinya Solange, Chopin memihak Solange, dan akhirnya George Sand
tak tahan lagi. Bagi Sand, perpisahan itu tidak terlalu mengganggunya karena ia
sangat disibukkan oleh kegiatan menulisnya dan berbagai sebab lainnya. Namun
bagi Chopin, peristiwa itu benar-benar merupakan pukulan yang mematikan dan
menandai akhir dari kreativitasnya. Kondisi fisiknya memburuk dengan cepat, dan
ia tak pernah menggubah musik lagi.
Atas desakan teman Skotlandianya,
Jane Stirling, salah seorang muridnya yang kaya, Chopin pergi ke Inggris dan
Skotlandia di mana ia segera digemari oleh masyarakat modern. Ia berada dalam
stadium terakhir penyakit tuberkulosis dan begitu kehabisan tenaga sehingga
setelah memainkan musik di sebuah salon[pertemuan rutin tamu-tamu di rumah
seorang wanita dari kalangan atas], ia harus dibopong menuju kamar tidurnya dan
digantikan bajunya oleh pembantu prianya.
Ia kembali ke Paris di mana
revolusi masih memanas. Ia hampir tidak mempunyai uang lagi, tetapi untungnya
keluarga Stirling memberinya hadiah yang besar untuk menopangnya pada masa-masa
akhir hidupnya. Saudara perempuannya Louise datang dari Polandia untuk
merawatnya. Ia bertahan hidup dalam penderitaan yang sangat hingga dini hari
tanggal 17 Oktober 1849. Negara Polandia yang selalu terbuka untuk Chopin sejak
ia meninggalkan Warsawa tahun 1830 serasa ikut terkubur bersamanya. Kuburannya
di Père-Lachaise Cemetery terletak di antara makam Cherubini dan Bellini.
Tak diragukan bahwa Chopin
mendapatkan rasa aman dan kedamaian pikiran yang mempercepat kematangan akhir
dari kejeniusannya karena kasih sayang dan perhatian George Sand. Masa yang
baru dalam hidupnya diawali dengan B Flat Minor Sonata, G Major Nocturne, Op.
37, No. 2, dan F Sharp Impromptu, yang semuanya diciptakannya pada masa pertama
kali ia tinggal di Nohant. Sejak itu hingga tahun 1846 saat-saat musim panasnya
ia lewatkan di Nohant di mana ia tidak hanya menggubah tetapi juga menikmati
kunjungan penyanyi besar Pauline Viardot dan pelukis Delacroix, yang lukisan
dramatisnya atas diri Chopin kini tergantung di Louvre.
Di sepanjang hidupnya Chopin suka
menyanyi, dan secara khusus ia memiliki kasih terbesar pada komponis opera
Italia Bellini. Musik Frédéric Chopin menghendaki pembagian kalimat lagu yang
halus dan nada yang bernyanyi. Karena keunikan gaya musiknya, orang dapat
langsung mengenali musik Chopin, yang sudah sepantasnya disebut “penyair
piano.”